Thursday, December 19, 2013

Untuk Apa Kita Menulis


    Saat saya masih belajar di sekolah dasar, saya mulai suka berkorespodensi. Tepatnya punya sahabat pena di berbagai kota meskipun saya belum pernah sekalipun bertemu dengan sahabat pena itu. Nama mereka saya dapat melalui majalah anak atau Koran anak yang ada pada waktu itu. Gemar sekali saya mencari sahabat pena yang baru. Setiap minggunya saya akan menerima sejumlah balasan dari teman-teman pena saya itu, walaupun ada juga yang tidak membalas surat-surat saya. Tapi cuek saja, saya tidak memikirkan soal itu. Intinya saya akan tetap senang menulis surat kepada para sahabat pena. Akibat hobbi ini, saya jadi rajin berburu kertas surat yang wangi di toko-toko buku dan tukaran kertas surat dengan yang lain. Saat itu harga kertas surat berkisar Rp700,- hingga Rp. 1.500,-.  Tentu saja uang untuk membeli kertas surat ini banyak saya dapatkan jika lebaran tiba. Pastikan dapat banyak salam temple dari para tetua. Maka setelah itu langsung memburu kertas surat.
    Hobbi ini bukan saja saya sendiri, tapi juga bersama dengan teman-teman yang lain. Saya dan teman-teman pernah ditegur oleh wali kelas karena asyik berkirim surat . Beliau mengingat jangan sampai hobbi ini, kami jadi tidak belajar. Hal ini tentu saja membuat kami tersenyum simpul mendengarnya. Selanjutnya, uang jajan tentu saja disisihkan untuk membeli prangko yang pada saat itu untuk harga prangko biasa mungkin berkisar Rp. 50 sampai dengan Rp. 150,- (jika saya tidak salah. Sebab ingatan sudah tergerus oleh usia) . Walhasil saya harus menyisihkan uang jajan saya yang ketika itu hanya Rp. 100 atau 200.00,- per hari agar saya dapat membeli prangko untuk berkirim surat pada sahabat pena saya itu. Hingga saya kelas satu sekolah menengah saya masih berkirim surat. Meski pada akhirnya entah mulai kapan berakhir silaturrahmi saya pada sahabat pena itu.Hobbi saya menulis yang tak seberapa itu merambah pada menulis buku harian. Meski tak punya buku harian yang cantik-saya menulis pada sebuah buku tulis biasa, yang pada kemudian hari saya menulis pada diary bernuasa kuning. Sebelumnya diary ini menjadi saksi pertemanan saya dengan yang lain. Dulu, kami (maksudnya anak-anak seusia saya) punya hobbi menukar buku harian untuk diminta tulis biodata masing-masing semisalnya nama, alamat, tempat dan tanggal lahir, zodiak, tokoh idola, hobbi, cita-cita dan kata mutiara serta tanda tangan. Oh ya kita juga meminta untuk ditempelin foto walaupun hanya foto hitam putih atau foto kecil yang digunting ditempelin di buku diary itu. Indahnya mengenang buku diary yang pada akhirnya terampas efek tsunami. Diary kuning itu harus tertinggal di lantai dua kamar kos saya, karena saya tidak berani untuk naik ke lantai 2, sebab rasa takut masih menganggu saya pada saat itu melihat tiang-tiang penyangga lantai satu miring. Saya khawatir jika saya naik maka gempa menyusul dan saya harus terkubur di antara runtuhan itu. Meskipun di kemudian hari saya menyesal mengapa nyali saya menciut . padahal tentulah diary itu menjadi saksi bisu saya tumbuh dan memulai impian saya.

    Setelah sahabat-sahabat pena yang menghilang, saya tetap menulis pada buku hari. Buku hari ini membantu saya mengutarakan pada isi hati saya. Bercerita pada orang seringkali menjadi salah arti atau dipahami dengan cara pandang yang sangat tidak diharapkan. Maka ketika saya menjadi buku diary itu menjadi tempat curhat, saya begitu leluasa bercerita tanpa harus merasa khawatir buku itu akan tersinggung. Akhirnya buku harian itu itu bertambah banyak sebanyak hitungan 5 jemari ini dengan besar dan ketebalan yang berbeda. Walaupun pada akhirnya buku harian itu hanya tersisa menjadi 2 saja. Ada yang lucu ketika dibaca sekarang. Goresan-goresan tentang sedih, kecewa dan marah serta semisalnya, menjadi hal yang lucu untuk saat ini. Saya tak banyak menulis sejarah dalam buku harian itu, Saya hanya menulis apa yang saya rasakan dan mengganggu hari-hari saya saja. 

    Hingga saat ini, saya tak lagi menulis buku harian. Buku harian itu sudah perpindah ke laptop atau blog saya miliki. Saya hanya ingin mengenangnya hari ini bagaimana saya mencintai dunia kepenulisan itu, kendati saya tidak produktif bahkan nyaris mati suri dengan semangat menulis ini.Jika ada yang bertanya pada saya untuk apa kita menulis. Saya merasa lega setiap tulisan saya selesai dan saya bahagia karena menulis itu. Mungkin ini yang penting untuk saya.

    Homedecor Ala Seri's Choice

    Bagi pencinta drama korea, tentu drama seri Crash Landing On You (CLOY) meninggalkan kesan yang begitu mendalam bagi pecinta drama te...